Follow : Like : RSS : Mobile :

Menyedihkan, Sebesar RS Grha Kedoya Bisa Salah Kasih Hasil Rontgen Pasien

Foto | Istimewa | Detakjakarta.com

Hasil foto rontgen tentunya menjadi bagian data bagi dokter untuk menentukan kondisi dan memberikan perawatan bagi pasien. Nah bagaimana jika ternyata hasil foto rontgen yang diterima dokter bukanlah atas nama pasien bersangkutan ? Minimal bila dokter teliti, maka akan menyita waktu dokter karena harus mencari copy hasil rontgen. Tapi bagaimana bila dokter khilaf, lalai dan membaca berdasar hasil rontgen milik pasien lain ? Tentu pendapat dan pengobatan yang diberikan dokter akan tidak sesuai dengan kondisi pasien. Bisa fatal.

Hal diatas ternyata real terjadi. Seorang pasien di rumah sakit besar, RS Grha Kedoya, bahkan "dibekali" 4 hasil rontgen milik orang lain saat pulang ke rumah. Artinya, ada 4 pasien kehilangan hasil radiologinya, hanya karena kelalaian.

"Memang seperti tidak profesional. Saya bahkan menerima empat hasil pemeriksaan radiologi, ultrasonography (USG), X-Ray atas nama orang lain. Sementara hasil rontgen saya sendiri tidak ada", kata Ganjar Bukan Pranowo (GBP) saat bincang-bincang dengan awak media di kawasan Kedoya, Jakarta, Kamis (31/10).

Meski hal demikian bukan pertama kali terjadi di dunia medis, Ganjar mengaku sangat prihatin dan kecewa, sebab selain bisa berdampak buruk terhadap pasien, kejadian itu menunjukkan masih jauhnya dunia medis di tanah air dari profesionalitas.

Pendiri "We Love NKRI" inipun mengisahkan. Dirinya menjadi pasien di rumah sakit swasta tersebut pada 26-29 Oktober 2019 lalu, dimana saat menjalani perawatan, ia menerima perlakuan tidak profesional, bahkan tidak manusiawi mulai dari perawat hingga manajemen rumah sakit, sehingga iapun memutuskan untuk pulang ke rumah meski belum sembuh.

"Saya masuk dan dirawat pada 26 Oktober. Karena kondisi yang sangat drop, saya diinfus pake mesin. Setelah menjalani berbagai check up dan radiologi, saya disarankan menjalani Endoscopy & Colonscopy untuk mengetahui lebih teliti kondisi tubuh dalam saya. Permasalahan mulai muncul sebab bell (untuk memanggil perawat/suster) tidak berfungsi, sementara saya diinfus menggunakan mesin sehingga saya tidak bisa bergerak kemana-mana.

Saya sudah melaporkan kondisi bell tersebut kepada suster kepala Ruangan 6107, dan katanya dari pagi sudah dilaporkan teknisi. Namun hingga sore teknisi tidak datang. Saya laporkan lagi ke suster, teknisi masih juga belum muncul.

Saat kebetulan ada dokter jaga, saya laporkan dengan nada keras. Baru suster telpon teknisi dan 5 menit kemudian teknisi muncul. 5 menit diganti bellnya selesai. Saya menegur teknisi. Dan teknisi menjawab "tidak ada laporan". Maka saya counter jawaban itu ke suster pertama, katanya, telponnya tidak diangkat oleh teknisi ! 

Jawaban berbeda ini seolah-olah bagi mereka, permintaan pasien akan pelayanan yang baik, prima, itu tidak penting. Maka saya minta kepala teknisi untuk dipanggil dan counter ke suster. Tapi mereka tidak mau. Saya bilang saya akan menemui management. Suster menjawab, management mana yang Bapak akan temui ? Dan saya minta mesin infus dilepas agar saya bisa ke bawah, lapor management. Kata Suster itu lagi, mau ketemu management yang mana ? Saya katakan siapa saja. Tapi malah saya ditinggal pergi oleh suster tersebut.

Karena jengkel dengan perlakuan suster itu, akhirnya mesin infus saya coba buka paksa. Tidak bisa. Akhirnya jarum infus di tangan, saya buka paksa hingga berdarah-darah dan bengkak.

Saya pun ke bawah ke UGD. Disana ada dokter Ryan, dokter Suwandi, suster Retno dan yang lain. Tangan bekas infus saya yang berdarah-darah dikompres. Kemudian saya ditemui oleh Adi Wiyogo, Duty Manager.

Tanggal 29 oktober 2019 malam saya memutuskan pulang dari RS Grha Kedoya karena perlakuan yang tidak layak dalam melayani orang yang sedang sakit.", papar Ganjar.

"Hal seperti ini membuat orang sakit tambah sakit dan tekanan darah naik", imbuhnya. 

Tidak berhenti disitu, lanjut Ganjar, ulah RS Grha Kedoya masih berlanjut. "Ketika pulang, obat-obatan tidak dibawain. Hasil Lab dibawakan, tapi hasil radiologi saya tidak disertakan. Malah pemeriksaan radiologi, ultrasonography (USG), X-Ray orang lain yang dibawakan kepada saya !

Bagi saya, ini menunjukkan profesionalitas managemennya sangat tidak profesional !! Betapa lemahnya pelaksanaan dan pengawasan SOP yang sudah ditentukan", tandasnya.

"Kejadian ini saya sampaikan karena saya ingin RS ini berbenah menjadi baik, SOP berjalan baik. Pasien terlayani dengan baik. Hak-hak pasien untuk mendapat pelayanan kesehatan dengan baik, bisa diberikan", pungkas Ganjar Bukan Pranowo. (bud)