Follow : Like : RSS : Mobile :

Ditengah Kekhawatiran Krisis Energi, Harga Minyak Dekati Level Tertinggi 3 Tahun

Foto | Istimewa | Detakjakarta.com

Harga minyak stabil pada Selasa (12/10/2021), karena para pedagang mempertimbangkan efek biaya energi yang lebih tinggi dapat berdampak pemulihan ekonomi global.

Minyak mentah Brent melemah 23 sen menjadi US$ 83,42 per barel setelah pada Senin (11/10/2021) mencapai US$ 84,60, tertinggi sejak Oktober 2018 atau 3 tahun terakhir. Sedangkan minyak berjangka AS naik 12 sen menjadi US$ 80,64 per barel, setelah bergerak berkisar US$ 81,62 dan US$ 79,47.

Pihak berwenang di Beijing Tiongkok hingga New Delhi India bergegas mengisi defisit pasokan listrik yang mengguncang bursa saham dan obligasi global di tengah kekhawatiran bahwa kenaikan biaya energi akan memicu inflasi.

Harga listrik telah melonjak ke rekor tertinggi dalam beberapa pekan terakhir, didorong kekurangan pasokan di Asia dan Eropa. Krisis energi di Tiongkok diperkirakan akan berlangsung hingga akhir tahun, sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia dan eksportir utama.

Di London dan Inggris Tenggara, sepersepuluh stasiun bahan bakar tetap melakukan pembelian bahan bakar karena panik pada bulan lalu, kata Asosiasi Pengecer Bensin.

"Orang-orang mulai menyadari bahwa risiko kenaikan harga energi dapat menggagalkan pertumbuhan ekonomi," kata analis Price Futures Group Phil Flynn di Chicago.

Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan gangguan rantai pasokan dan tekanan inflasi menghambat pemulihan ekonomi global dari pandemi. Untuk itu, IMF memangkas prospek pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan negara industri lainnya.

Dalam Outlook Ekonomi Dunia, IMF memangkas perkiraan pertumbuhan global 2021 menjadi 5,9% dari perkiraan 6,0% yang dibuat pada Juli. Sementara perkiraan pertumbuhan global 2022 tidak berubah di 4,9%.

Adapun Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan produsen sekutu, yang dikenal sebagai OPEC+, tetap berpegang pada rencana memulihkan produksi secara bertahap.

Harga Brent telah melonjak lebih 60% tahun ini. Selain pembatasan pasokan OPEC+, reli didorong kenaikan harga gas Eropa. (b1)